Waithood, Childfree, dan Sekolah Muhammadiyah

Oleh: Mochammad Irfani
Ketua PRM Genting, Surabaya

Pada tahun 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka pernikahan mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir. Fenomena menunda pernikahan, yang dikenal dengan istilah waithood, lebih banyak terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.

Beberapa faktor yang mendorong para pemuda dan pemudi menunda pernikahan di antaranya adalah keinginan untuk mengembangkan potensi diri, baik melalui pendidikan maupun karier.

Bagi mereka yang memilih untuk menikah, sebagian di antaranya justru memilih untuk childfree (tidak ingin memiliki anak). Salah satu alasan utama yang mendasari keputusan ini adalah keengganan menghadapi kompleksitas mengasuh anak serta tingginya biaya pendidikan yang terus meningkat setiap tahun.

Data BPS tahun 2022 menunjukkan bahwa sebanyak 8,2% perempuan usia 15-49 tahun memilih untuk tidak memiliki anak, meningkat dari 7% pada tahun 2019. Tidak menutup kemungkinan angka ini akan terus bertambah pada tahun 2025.

Fenomena waithood dan childfree pada akhirnya berdampak pada angka kelahiran, terutama di kota-kota besar. Di Surabaya, misalnya, angka kelahiran pada tahun 2020 tercatat sebesar 1,98, lebih rendah dari angka ideal 2,1. Jika tren ini terus berlanjut, maka komposisi jumlah siswa sekolah di masa mendatang pun akan terdampak.

Pada tahun 2025, Pemerintah Kota Surabaya menganggarkan Rp122 miliar untuk pembangunan lima SMP negeri. Hal ini berpotensi membuat sekolah-sekolah swasta mengalami kekurangan siswa, mengingat banyak orang tua masih lebih memilih sekolah negeri karena bebas biaya SPP. Kekurangan siswa di sekolah swasta tentu akan berimbas pada kestabilan biaya operasional sekolah.

Bagaimana dengan sekolah-sekolah Muhammadiyah? Apakah sudah ada langkah antisipasi terhadap kondisi ini? Menaikkan uang gedung secara terus-menerus bukanlah solusi yang berkelanjutan, mengingat keterbatasan daya beli masyarakat, khususnya di strata ekonomi menengah ke bawah.

Jika kita melihat kembali kejayaan Islam di masa lalu, kita akan menemukan bahwa unit-unit wakaf menjadi pilar kokoh dalam memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Pendidikan sebagai kebutuhan dasar pun mendapat dukungan dari unit-unit wakaf ekonomi produktif.

Jika setiap lembaga pendidikan Muhammadiyah memiliki unit-unit wakaf ekonomi produktif, maka biaya SPP bisa menjadi lebih ringan, bahkan gratis, seperti sekolah negeri. Dengan demikian, orang tua yang selama ini memilih sekolah negeri karena alasan biaya, akan memiliki alternatif untuk menyekolahkan anaknya di sekolah Muhammadiyah tanpa terbebani oleh biaya yang tinggi.

Sudahkah sekolah-sekolah Muhammadiyah di kota Anda memiliki unit wakaf produktif? (*)

Read more: https://klikmu.co/waithood-childfree-dan-sekolah-muhammadiyah/

Posting Komentar

0 Komentar