Oleh: Iqbal Firdaus Ahmad
Sekretaris Bidang RPK PK IMM Ushuluddin FIAD Universitas Muhammadiyah Surabaya
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Tanpa sadar kita semakin dekat dengan bulan yang kita rindukan dan kita nantikan, bulan yang paling agung dan dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia, yaitu bulan Ramadhan. Sekarang, hanya tersisa sekitar tiga bulan lagi sebelum datangnya kekasih kita itu yang bernama Ramadhan. Namun, pertanyaan penting yang harus terbenak dalam jiwa kita adalah: sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menyambut Ramadhan?
Karena sejatinya, Ramadhan tidak sekadar bulan yang datang setiap tahun, akan tetapi ia adalah anugerah besar yang Allah berikan kepada insan untuk menyucikan jiwa, memperkokoh iman, dan berusaha lebih dekat kepada Rabb (ihsan). Para ulama terdahulu mengibaratkan perjalanan menuju Ramadhan seperti proses bercocok tanam.
Para ulama mengatakan:
رَجَبٌ شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَعْبَانُ شَهْرُ السَّقْيِ، وَرَمَضَانُ شَهْرُ الْحَصَادِ
“Bulan Rajab adalah tempat menanam, bulan Sya’ban adalah tempat menyiram, dan bulan Ramadhan adalah tempat memetik hasil.”
Perumpamaan ini sederhana, tetapi maknanya sangat mendalam. Para ulama mengajarkan bahwa Ramadhan tidak dapat dijalani secara tiba-tiba tanpa persiapan. Ia membutuhkan proses panjang, layaknya petani yang tidak mungkin memanen buah jika ia tidak menanam dan merawat ladangnya terlebih dahulu.
Rajab: Waktu Menanam Benih Amal dan Keimanan
Bulan Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan Allah, sebagaimana firman-Nya dalam Surah At-Taubah ayat 36. Di bulan ini, dosa dan pahala sama-sama dilipatgandakan sehingga menjadi kesempatan emas bagi setiap Muslim untuk memperbanyak amal kebaikan dan menjauhi perbuatan dosa.
Rajab merupakan awal dari proses menuju Ramadhan. Ia ibarat ladang kosong yang perlu dicangkul dan digemburkan agar siap ditanami. Maka, Rajab adalah waktu terbaik untuk menanam benih amal dan niat yang tulus.
Inilah saatnya kita menanam kembali niat yang mungkin telah lama pudar karena kesibukan dunia: memperbaiki salat, memperbanyak istighfar, menumbuhkan kembali semangat membaca Al-Qur’an, serta menanam benih keikhlasan dalam setiap amal.
Rasulullah ketika datang bulan Rajab berdoa:
اللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
(Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan).
Dalam doa ini tergambar bahwa Rajab bukan hanya bulan untuk beribadah, tetapi juga bulan untuk menyiapkan hati agar layak menyambut tamu agung bernama Ramadhan. Menanam di Rajab berarti mulai berbenah: memperbanyak amal saleh, menambah takwa, dan meluruskan niat agar ibadah tidak sekadar rutinitas.
Sya’ban: Waktu Menyiram dan Menumbuhkan Amal
Setelah benih amal ditanam di Rajab, Sya’ban adalah waktu untuk menyiram dan merawatnya agar tumbuh subur. Rasulullah dikenal sebagai sosok yang paling rajin berpuasa di bulan Sya’ban. Dalam hadis riwayat An-Nasa’i, Usamah bin Zaid bertanya kepada beliau:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ؟
فَقَالَ: «ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ.»
“Wahai Rasulullah, aku tidak melihat engkau banyak berpuasa di bulan lain seperti di bulan Sya’ban?”
Rasulullah menjawab, “Itulah bulan yang sering dilupakan manusia antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan itu amal manusia diangkat kepada Allah, dan aku ingin amalanku diangkat dalam keadaan berpuasa.”
Sya’ban menjadi waktu penuh berkah karena ia berada di antara dua kemuliaan besar: Rajab dan Ramadhan. Menyiram amal berarti memperkuat kebiasaan baik: memperbanyak doa, zikir, sedekah, membaca Al-Qur’an, qiyamullail, dan puasa sunnah.
Sya’ban juga menjadi waktu untuk membersihkan hati dari iri, dengki, dan dendam. Sebab amal yang dilakukan dengan hati kotor tidak akan tumbuh menjadi pahala. Menyiram amal berarti menyiram hati dengan keikhlasan dan kasih sayang terhadap sesama.
Ramadhan: Waktu Memetik Hasil dan Menikmati Buah Iman
Setelah menanam di Rajab dan menyiram di Sya’ban, tibalah Ramadhan. Di sinilah kita memetik hasil dari apa yang sudah kita tanam dan siram. Ramadhan bukan bulan untuk memulai, tetapi bulan untuk memanen.
Orang yang mempersiapkan diri sejak Rajab dan Sya’ban akan merasakan manisnya ibadah, nikmatnya puasa, candunya membaca Al-Qur’an, serta kedekatan mendalam dengan Allah. Sedangkan yang datang tanpa persiapan sering kali merasa berat, jenuh, cepat lelah, bahkan tidak menikmati makna Ramadhan yang sebenarnya.
Rasulullah bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, keimanan dan pengharapan itu tidak tumbuh tiba-tiba. Ia tumbuh dari benih amal yang telah ditanam dan disiram sebelumnya. Maka, Ramadhan sejatinya adalah buah dari perjalanan panjang ibadah.
Saatnya Memulai dari Sekarang
Kini, hanya tiga bulan lagi menuju Ramadhan. Maka waktu yang terasa singkat ini jangan disia-siakan. Jadikan Rajab sebagai awal kebangkitan spiritual kita. Tanamkan niat dan amal sebanyak-banyaknya. Ketika Sya’ban tiba, siramilah amal itu dengan istiqamah dan keikhlasan.
Dengan itu, insya Allah saat Ramadhan datang, kita akan memetik buah yang manis berupa ampunan, keberkahan, dan ketakwaan. Karena sebagaimana ladang tidak akan berbuah tanpa menanam dan merawat, demikian pula pahala Ramadhan tidak akan tumbuh tanpa persiapan.
Oleh karena itu, mari mulai dari hari ini: siapkan hati, perbaiki amal, perbanyak ibadah, dan niatkan diri menyambut Ramadhan dengan persiapan yang matang agar Ramadhan kita bermakna. (*)
Read more: https://klikmu.co/rajab-tempat-menanam-syaban-tempat-menyiram-ramadhan-tempat-memetik/
0 Komentar